Tuanku Imam Bonjol Perang Padri
Tuanku Imam Bonjol Perang Padri. Tuanku Imam Bonjol yang memiliki nama asli yaitu Muhammad Shahab muncul sebagai sosok pemimpin dalam Perang Padri setelah ditunjuk oleh Tuanku Nan Renceh sebagai Imam di daerah Bonjol. Kemudian menjadi seorang pemimpin sekaligus sorang panglima perang setelah Tuanku Nan Renceh meninggal kala itu.
Di masa kepemimpinannya, ia akhirnya mulai menyesali beberapa tindakan tindakan kekerasan yang dilakukan Kaum Padri terhadap saudara-saudaranya waktu dulu, sebagaimana yang ada dalam memorinya. Walau di sisi lain fanatisme juga melahirkan sikap kepahlawanan dan rasa cinta akan tanah air
Peperangan jilid kedua
Setelah perang Diponegoro berakhir dan selesainya proses pemulihan kekuatan Belanda di wilayah Jawa, Pemerintah Hindia-Belanda kembali mencoba menundukan Kaum Padri. Hal ini didasari oleh keinginan yang kuat untuk penguasaan atas kegiatan penanaman kopi yang kala itu sedang meluas di kawasan pedalaman wilayah Minangkabau (darek). Sampai pada abad ke-19, komoditas perdagangan kopi adalah salah satu produk ayang menjadi ndalan Belanda di tanah Eropa. Christine Dobbin menyebutnya lebih kepada perang perdagangan, hal ini seiring dengan adanya dinamika perubahan sosial pada masyarakat Minangkabau pada liku-liku perdagangan di wilayah pedalaman serta pesisir pantai barat atau juga pantai timur. Sementara Belanda pada satu sisi mecoba mengambil alih serta melakukan monopoli.
Selanjutnya untuk dapat melemahkan kekuatan lawannya itu, Belanda melanggar perjanjian yang sudah dibuat sebelumnya dengan melakukan penyerangan nagari Pandai Sikek yang menjadi salah satu kawasan yang dapat memproduksi mesiu serta senjata api. Kemudian untuk dapat memperkuat kedudukannya, Belanda sgera membangun benteng di daerah Bukittinggi yang dikenal dengan sebutan Fort de Kock.
Persiapan pasukan Belanda di benteng Fort de Kock
Pada bulan Agustus 1831 awal Lintau berhasil ditundukan, menjadikan Luhak Tanah Datar ada di dalam kendali tangan Belanda. Namun Tuanku Lintau masih melakukan perlawanan dari wilayah Luhak Limo Puluah. Sementara Letnan Kolonel Elout melakukan serangan terhadap Kaum Padri pada tahun 1831–1832, ia memperoleh berbagai tambahan kekuatan dari keberadaan pasukan Sentot Prawirodirdjo, salah seorang panglima dari pasukan perang Pangeran Diponegoro yang sudah membelot serta berdinas pada Pemerintah Hindia-Belanda usai perang di wilayah Jawa. Namun Letnan Kolonel Elout berpendapat, kehadiran dari Sentot yang ditempatkan di daerah Lintau malah menimbulkan masalah baru. Beberapa dokumen – dokumen yang resmi pada pihak Belanda membuktikan ada kesalahan Sentot yang melakukan persekongkolan dengan pihak Kaum Padri sehingga Sentot serta legiunnya dikembalikan ke wilayah Pulau Jawa. Di wilayah Jawa, Sentot juga tidak berhasil menghapuskan kecurigaan Belanda terhadap dirinya, itu dan Belanda pun juga tidak menghendaki ia tetap berada di daerah Jawa dan mengirimnya kembali ke wilayah Sumatera. Namun di tengah perjalanan, Sentot diturunkan lalu ditahan di wilayah Bengkulu, lalu ditinggal sampai dia mati sebagai orang buangan. Sedangkan pasukannya kemudian direkrut kembali menjadi tentara colonial Belanda.
Daftar ISI Artikel
Perang Padri
Keterlibatan Belanda Pada Perang Padri
Tuanku Imam Bonjol Perang Padri
Perlawanan Bersama Perang Padri
Bukit Tajadi Benteng Bonjol
Benteng Bonjol Perang Padri
Benteng Bonjol Jatuh
Perundingan dan Akhir Perang Padri