Perlawanan Bersama Perang Padri
Perlawanan Bersama Perang Padri. Sejak tahun 1833 muncul kompromi antara pihak Kaum Adat ddengan Kaum Padri. Di ujung penyesalan muncul adanya suatu kesadaran, mengundang Belanda ke dalam konflik justru malah menyengsarakan masyarakat Minangkabau. Hampir 20 tahun pertama kali perang ini (1803–1823), dapatlah dikatakan dengan kata perang saudara yang melibatkan sesama etnik Minang dan juga Batak.
Pada tanggal 11 Januari 1833 beberapa daerah kubu pertahanan dari garnisun colonial Belanda diserang dengan cara mendadak, membuat keadaan menjadi sangat kacau; disebutkan ada sekitar 139 tentara Eropa serta ratusan orang tentara pribumi terbunuh disana. Sultan Tangkal Alam Bagagar yang pada awalnya ditunjuk oleh colonial Belanda sebagai Regent Tanah Datar, kemudian ia ditangkap oleh pasukan dari Letnan Kolonel Elout tanggal 2 Mei 1833 di daerah Batusangkar atas tuduhan adanya pengkhianatan. Kemudian Belanda mengasingkannya dirinya ke wilayah Batavia, walau dalam catatan Belanda Sultan Tangkal Alam Bagagar langsung menyangkal keterlibatannya dalam uapaya penyerangan beberapa pos Belanda kala itu, namun pemerintah Hindia-Belanda juga tidak menginginkan mengambil risiko untuk dapat menolak laporan dari para perwiranya disana. Kedudukan Regent Tanah Datar selanjutnya diberikan kepada Tuan Gadang di Batipuh.
Menyadari hal seperti ini, kini Belanda bukan hanya menghadapi pihak Kaum Padri saja, tetapi keseluruhan masyarakat Minangkabau yang ada disana. Maka Pemerintah Hindia-Belanda mulai tahun 1833 mengeluarkan pengumuman yang dikenal dengan “Plakat Panjang” berisi sebuah pernyataan bahwa kedatangan pihak Belanda ke wilayah Minangkabau tidaklah bermaksud untuk menjadi penguasa negeri tersebut, mereka hanya datang untuk tujuan berdagang serta menjaga keamanan, penduduk Minangkabau nantinya akan tetap diperintah oleh penghulu mereka serta tidak pula diharuskan membayar suatu pajak. Kemudian Belanda berdalih bahwa mereka mau untuk menjaga keamanan disana, membuat jalan, serta membuka sekolah, dan lain sebagainya yang memerlukan biaya, maka penduduk diwajibkan untuk menanam kopi serta mesti menjualnya kepada kolonial Belanda.
Serangan ke Bonjol
Lamanya penyelesaian pada peperangan satu ini, rupanya memaksa Gubernur Jenderal Hindia-Belanda waktu itu Johannes van den Bosch tanggal 23 Agustus 1833 pergi ke wilayah Padang untuk melihat langsung dari dekat proses operasi militer yang ada oleh pasukan Belanda disana. Sesampainya di wilayah Padang, ia melakukan perundingan dengan pihak Komisaris di Pesisir Barat Sumatera, Mayor Jenderal Riesz serta Letnan Kolonel Elout untuk berusaha menaklukkan Benteng Bonjol, pusat komando pasukan kaum Padri. Riesz serta Elout menerangkan bahwa belum datang waktu yang baik untuk dapat mengadakan serangan umum ke Benteng Bonjol, karena kesetiaan dari penduduk Luhak Agam masih sangat disangsikan serta mereka sangat mungkin akan menyerang Belanda dari belakang. Tetapi Gubernur Van den Bosch tetap bersikeras untuk segera menaklukkan Benteng Bonjol itu paling lambat pada tanggal 10 September 1833, kedua opsir itu meminta tangguh enam hari yang menjadi jatuhnya benteng Bonjol diharapkan 16 September 1833.
Daftar ISI Artikel
Perang Padri
Keterlibatan Belanda Pada Perang Padri
Tuanku Imam Bonjol Perang Padri
Perlawanan Bersama Perang Padri
Bukit Tajadi Benteng Bonjol
Benteng Bonjol Perang Padri
Benteng Bonjol Jatuh
Perundingan dan Akhir Perang Padri