Akhir Dari Perang Diponegoro
Akhir Dari Perang Diponegoro. Di tahun 1827, Belanda melakukan sebuah penyerangan kepada pihak Diponegoro dengan memakai sistem benteng pertahanan sehingga Pasukan Diponegoro semakin terjepit. Di tahun 1829, Kyai Modjo, yang pemimpin spiritual pemberontakan, dapat ditangkap. Menyusul setelahnya Pangeran Mangkubumi beserta dengan panglima utamanya yaitu Alibasah Sentot Prawirodirjo yang menyerah kepada pihak Belanda. Akhirnya tepat tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil membuat pasukan Diponegoro di Magelang semakin terjepit. Di sana, Pangeran Diponegoro akhirnya menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan disertai sebuah pesyaratan yaitu sisa anggota laskarnya harus segera dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro akhirnya ditangkap kemudian dirinya diasingkan ke tanah Manado, kemudian beliau dipindahkan ke wilayah Makassar hingga hari wafatnya tiba di Benteng Rotterdam pada tanggal 8 Januari 1855.
Berakhirnya Perang Jawa menjadi akhir perlawanan dari seluruh bangsawan Jawa waktu itu. Perang Jawa ini memakan korban dipihak pemerintah Hindia Belanda dengan total sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 penduduk pribumi, serta 200.000 orang Jawa yang menjadi lawannya. Setelah perang tersebut berakhir, jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuh dari total penduduk awalnya.
Karena menurut sebagian orang Kraton Yogyakarta, Diponegoro dianggap sebagai seorang pemberontak, konon setiap keturunan dari pangeran Diponegoro tidak diperbolehkan masuk ke Kraton hingga masa Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang memberi sebuah amnesti bagi keturunan Diponegoro usai mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dimiliki oleh Pangeran Diponegoro waktu itu. Kini anak cucu dari Pangeran Diponegoro bisa lebih bebas masuk ke dalam Kraton, terutama untuk mengurus urusan silsilah bagi keluarga mereka, tanpa rasa takut meraka harus diusir.
Akhir Perang
Di sisi yang lain, sebenarnya Belanda juga sedang menghadapi Perang besar dan sangat sulit dihadapi kala itu, yaitu perang Padri di wilayah Sumatera Barat. Penyebab dari Perang Paderi ialah perselisihan yang terjadi antara Kaum Padri (alim ulama) dengan pihak Kaum Adat waktu itu (orang adat) yang selalu mempermasalahkan soal agama Islam di tanah Minang, ajaran-ajaran agama, serta mabuk-mabukan, permainan judi, maternalisme dan juga paternalisme. Saat inilah Belanda akhirnya dapat masuk dan mencoba mengambil kesempatan emaas itu. Namun akhirnya Belanda harus melawan kedua belah pihak itu, yang belakangan bersatu kembali dan berbalik melawan colonial Belanda. Perang Paderi kala itu berlangsung dalam dua babak peperangan : babak I antara 1821-1825, dan babak yang ke II.
Untuk dapat menghadapi Perang Diponegoro, Belanda terpaksa harus menarik pasukan yang digunakan untuk perang di Sumatera Barat itu untuk bisa memperkuat pasukan untuk menghadapi Pangeran Diponegoro yang bergerilya dengan sangat gigih. Sebuah gencatan senjata disepakati kedua pihak pada tahun 1825, kemudian sebagian besar pasukan yagn berasal dari Sumatera Barat dialihkan ke wilayah Jawa. Namun, setelah Perang Diponegoro usai tahun (1830), kertas perjanjian gencatan senjata itu lagnsung disobek, maka terjadilah Perang Padri babak yang kedua. Pada tahun 1837 pemimpin Perang Paderi yang berani, Tuanku Imam Bonjol akhirnya menyerahkan diri. Maka itu menjadi akhir dari Perang Padri.
Indeks Artikel
klik masing masing link
Latar Belakang Perang Diponegoro
Awal Mula Perang Diponegoro
Jalan Peperangan Diponegoro
Akhir Dari Perang Diponegoro
BACA JUGA
Sejarah Perang Padri