Benteng Bonjol Jatuh
Benteng Bonjol Jatuh. Hampir setahun melakukan mengepung benteng Bonjol, tepatnya pada tanggal 3 Desember 1836, pasukan Belanda kembali mencoba melakukan serangan besar-besaran ke Benteng Bonjol, sebagai usaha yang terakhir untuk penaklukan Bonjol. Serangan dahsyat ini mampu menjebol sebagian dari Benteng Bonjol, sehingga pasukan Belanda dapat langsung masuk dan menyerbu serta berhasil membunuh beberapa keluarga Tuanku Imam Bonjol didalamnya. Tetapi dengan kegigihan serta semangat juang yang sangat tinggi Kaum Padri kembali berhasil memukul balik musuh sehingga Belanda terusir kemudian terpaksa kembali keluar dari dalam benteng dengan meninggalkan banyak sekali korban jiwa yang berjatuhan.
Kegagalan dari upaya penaklukan ini benar-benar sangat memukul kebijaksanaan dari Gubernur Jenderal Hindia-Belanda di wilayah Batavia yang waktu itu dipegang oleh Dominique Jacques de Eerens, kemudian di awal tahun 1837 akan mengirimkan seorang panglima perangnya Mayor Jenderal Cochius untuk dapat memimpin langsung serangan secara besar-besaran ke dalam Benteng Bonjol untuk yang kesekian kalinya. Cochius merupakan seorang perwira berpangkat tinggi Belanda yang memiliki keterampilan dalam menyusun strategi perang Benteng Stelsel.
Selanjutnya Belanda secara intensif mengepung kembali benteng Bonjol dari segala arah selama sekitar enam bulan (16 Maret–17 Agustus 1837) dipimpin jenderal dan beberapa perwira yang ahli. Pasukan gabungan ini terdiri dari berbagai suku di tanah air, seperti dari Jawa, Madura, Bugis serta orang orang Ambon. Terdapat 148 perwira Eropa, 36 orang perwira pribumi, 1.103 tentara dari tanah Eropa, 4.130 tentara yang merupakan penduduk pribumi, termasuk di dalamnya Sumenapsche hulptroepen hieronder begrepen atau bahasa indonesianya pasukan pembantu Sumenap alias dari Madura. Dan daftar nama para perwira perwira yang memipin pasukan Belanda itu di antaranya Mayor Jendral Cochius, serta Letnan Kolonel Bauer, Mayor Sous, Mayor Prager, juga Kapten MacLean, dan Letnan Satu van der Tak, Pembantu Letnan Satu Steinmetz, serta seterusnya. Kemudian ada juga nama Inlandsche (pribumi) seperti Kapitein Noto Prawiro, dan Indlandsche Luitenant Prawiro di Logo, serta Karto Wongso Wiro Redjo, Prawiro Sentiko, serta Prawiro Brotto, Merto Poero dan pemimpin lainnya.
Dari Batavia didatangkan tambahan kekuatan tentara Belanda dalam jumlah besar, dimana tanggal 20 Juli 1837 tiba di Padang dengan Kapal Perle, sejumlah orang Eropa serta Sepoys, serdadu dari tanah Afrika yang bertubuh kuat dan berdinas dalam tentara Belanda, direkrut dari negara Ghana serta Mali, terdiri dari 1 sergeant, 4 korporaals serta 112 flankeurs, dan dipimpin oleh Kapitein Sinninghe.
Serangan yang dilancarkan bergelombang serta serangan bertubi-tubi dan hujan peluru dari pasukan artileri belanda yang bersenjatakan meriam-meriam ukuran besar, selama kurang lebih 6 bulan penuh lamanya, serta pasukan infantri serta kavaleri yang terus berdatangan ke Padang. Pada tanggal 3 Agustus tahun 1837 dipimpin oleh Letnan Kolonel Michiels komandan lapangan yang terdepan mulai sedikit demi sedikit menguasai keadaan di sana, dan pada tanggal 15 Agustus tahun 1837, Bukit Tajadi dapat direbut, dan akhirnya 16 Agustus 1837 Benteng Bonjol dapat ditaklukkan secara penuh. Namun Tuanku Imam Bonjol bisa mengundurkan diri dan keluar dari dalam benteng dengan didampingi oleh beberapa pejuang pengikutnya dan terus menuju ke daerah Marapak.
Daftar ISI Artikel
Perang Padri
Keterlibatan Belanda Pada Perang Padri
Tuanku Imam Bonjol Perang Padri
Perlawanan Bersama Perang Padri
Bukit Tajadi Benteng Bonjol
Benteng Bonjol Perang Padri
Benteng Bonjol Jatuh
Perundingan dan Akhir Perang Padri