Perundingan dan Akhir Perang Padri.
Perundingan dan Akhir Perang Padri. Dalam upaya pelarian serta persembunyiannya, Tuanku Imam Bonjol mencoba untuk terus mengadakan konsolidasi kepada seluruh pasukannya yang bercerai-berai dan terpukul lemah, akan tetapi karena sudah lebih 3 tahun letih bertempur melawan kolonial Belanda secara terus menerus tanpa henti, ternyata hanya sedikit yang tinggal dan masih tetap siap untuk kembali bertempur.
Dalam kondisi yang seperti ini, tiba-tiba datang surat dan tawaran dari pihak Residen Francis di wilayah Padang untuk mengajak Imam Bonjol berunding. Kemudian Tuanku Imam Bonjol menyatakan atas kesediaannya melakukan perundingan tersebut. Perundingan itu dikatakan tidak boleh berjalan lebih dari 14 hari. Selama 14 hari berkibar bendera putih serta gencatan senjata berlaku di wilayah tersebut. Tuanku Imam Bonjol diminta datang ke wilayah Palupuh, tempat perundingan, dan tanpa membawa senjata apapun. Tapi hal itu hanyalah jebakan Belanda untuk dapat menangkap Tuanku Imam Bonjol yang menjadi pemimpin perang itu, peristiwa itu terjadi pada bulan Oktober tahun 1837 dan kemudian Tuanku Imam Bonjol yang dalam kondisi sakit langsung dibawa ke wilayah Bukittinggi dan kemudian terus dibawa ke wilayah Padang, untuk selanjutnya dirinya diasingkan. Namun tanggal 23 Januari 1838, ia dipindahkan ke wilayah Cianjur, dan pada akhir tahun 1838, ia dipindahkan ke daerah Ambon. Kemudian tanggal 19 Januari tahun 1839, Tuanku Imam Bonjol kembali dipindahkan lagi ke Manado, di daerah inilah setelah menjalani masa pembuangan selama 27 tahun, tepatnya tanggal 8 November 1864, Tuanku Imam Bonjol menghembuskan nafas terakhir kalinya.
Akhir peperangan
Meskipun pada tahun 1837 Benteng Bonjol bisa dikuasai Belanda, serta Tuanku Imam Bonjol sudah berhasil ditipu dan kemudian ditangkap, tetapi peperangan ini masih saja berlanjut sampai akhirnya benteng yang terakhir milik Kaum Padri, di Dalu-Dalu (Rokan Hulu), yang pada waktu itu dipimpin oleh Tuanku Tambusai jatuh tanggal 28 Desember 1838. Jatuhnya benteng itu memaksa Tuanku Tambusai untuk mundur, bersama sisa-sisa pejuang pengikutnya dia pindah ke Negeri Sembilan di wilayah Semenanjung Malaya, dan pada akhirnya peperangan ini dianggap sudah selesai kemudian Kerajaan Pagaruyung dianggap menjadi bagian dari Pax Netherlandica serta wilayah Padangse Bovenlanden telah ada di bawah pengawasan Pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
Warisan sejarah
Pengaruh dari peperangan ini juga menumbuhkan sikap patriotisme kepahlawanan bagi masing-masing pihak yang terlibat didalamnya. Selepas dari peristiwa jatuhnya Benteng Bonjol, pemerintah Hindia-Belanda segera membangun sebuah monumen untuk dapat mengenang kisah peperangan panjang ini. Kemudian tahun 1913, beberapa lokasi yang menadji tempat terjadinya peperangan ini ditandai dengan keberadaan tugu dan dimasukan menjadi kawasan wisata di daerah Minangkabau. Begitu juga selepas peristiwa kemerdekaan Indonesia, pemerintah setempat membangun museum serta monumen di wilayah Bonjol dan di beri nama Museum dan Monumen Tuanku Imam Bonjol.
Daftar ISI Artikel
Perang Padri
Keterlibatan Belanda Pada Perang Padri
Tuanku Imam Bonjol Perang Padri
Perlawanan Bersama Perang Padri
Bukit Tajadi Benteng Bonjol
Benteng Bonjol Perang Padri
Benteng Bonjol Jatuh
Perundingan dan Akhir Perang Padri