Sejarah kota tua di Jakarta – Kota Tua pada awalnya bermula dengan Jakarta yang masih berbentuk sebuah dermaga yang kecil di muara sungai Ciliwung di sekitar abad ke-16. Meskipun begitu, sebenarnya sejarah Jakarta telah dimulai jauh sebelumnya karena kota Jakarta dan area di sekitarnya merupakan tempat warga bermukim selama berabad-abad dan tepatnya sejak abad ke-4 SM. Catatan sejarah yang awal ditemukan di Kota Jakarta juga merupakan sebuah prasasti paling tua di dalam sejarah Indonesia. Daerah pantainya juga diakui sebagai dermaga, dan juga dijadikan pemukiman umat Hindu dalam era itu sebagai bagian yang merupakan kerajaan India Tarumanegara. Prasasti Tugu yang dapat ditemukan di daerah kampong Tugu Jakarta Utara juga yang mengonfirmasi bahwa daerah yang saat ini merupakan bagian dari sejarah kota Jakarta modern dulunya adalah tempat warga bermukim.
Untuk mencegah bangsa Portugis memiliki kekuatan di daerah Jawa, Fatahillah dikirim oleh raja Demak untuk melakukan serangan mereka di Sunda Kelapa tepatnya pada tahun 1527, dan penyerang tersebut berhasil, membuat daerah Sunda Kelapa jatuh ke tangan kerajaan Demak dan dirubah namanya menjadi Jayakarta. Sejarah berdirinya Jakarta – Kota Tua memasuki babak baru ketika kota itu menjadi bagian dari Kesultanan Banten yang berada di bagian barat Jayakarta. Pada masa itu, banyak saudagar dari kota Amsterdam yang mengadakan ekspedisi menuju kepulauan di east Indie yang ada di bawah perintah sir Cornelis de Houtman. Ekspedisi ini tiba di daerah Bantam (sekarang menjadi daerah Banten) dan Jayakarta di tahun 1596 dengan tujuan awal bertukar rempah – rempah, sama halnya seperti bangsa Portugis. Pada tahun 1602, ekspedisi bangsa Inggris yang dikomandani oleh Sir James Lancaster tiba di daerah Aceh dan berlayar menuju ke Bantam, dimana dia kemudian dipersilahkan untuk membangun sebuah pos perdagangan sebagai inti jual-beli Inggris di wilayah Indonesia pada tahun 1682.
Tepatnya tahun 1610, saudagar Belanda juga mulai diperbolehkan untuk membangun gudang yang berada di seberang kediaman Pangeran Jayawikarta. Sayangnya, di tahun 1618 hubungan yang kurang baik antara Jayawikarta dengan Belanda mulai memburuk, dan pasukan dari Jayawikarta mulai melakukan penyerangan benteng Belanda yang melindungi 2 buah gudang bernama Nassau dan juga Mauritius. Pada tanggal 30 Mei 1619, Jan Pieterszoon Coen yang mulai memimpin pasukan Belanda untuk melakukan pembakaran kota Jayakarta, dan berhasil dilakukan dengan hanya menyisakan Padrao Sunda Kelapa. Hal ini baru disadari ketika dilakukan kegiatan penggalian di daerah Kota.
Kota Jakarta yang mulai terbentuk ketika Batavia mulai melebar menuju ke bagian barat dari sungai Ciliwung, di atas reruntuhan daerah Jayakarta. Kota ini didesain dengan menggunakan gaya Belanda – Eropa, lengkap dengan bangunan benteng yang diberi nama Kasteel de Batavia, dinding di kota, dan juga kanal – kanal. Kota Batavia yang baru tersebut selesai dibangun di tahun 1650 dan dijadikan ibukota dari VOC di areal East Indies. Kanal-kanal yang mereka perlahan mulai terisi penuh dikarenakan penyakit tropis yang terdapat di bagian dalam dinding kota itu karena sistem sanitasi yang luar biasa buruknya. Kota ini pada akhirnya mulai kembali diperluas pada tahun 1870 didorong oleh banyaknya orang yang ingin sekali pindah dari area Kota, menuju ke area Weltevreden (sekarang dikenal Lapangan Merdeka).
Jakarta pada akhirnya dapat berkembang dengan selesainya penjajahan Jepang, dan di tahun 1972, Gubernur Jakarta pada waktu itu yang bernama Ali Sadikin mengeluarkan ultimatum dengan tujuan secara resmi menjadikan area Kota Tua sebagai bagian situs warisan sejarah di Indonesia, supaya paling tidak bisa melindungi beberapa bangunan yang tersisa di sana. Namun, belakangan ini juga sudah mulai aktif lagi badan badan sosial yang ingin melakukan revitalisasi daerah-daerah sekitaran Kota Tua, sehingga bisa menjadi daerah sejarah yang baik.