Misteri dan sejarah Gunung Lawu – Gunung Lawu yang populer angker serta menaruh misteri dengan tiga puncak intinya : Harga Dalam, Harga Dumilah serta Harga Dumiling yang dimitoskan menjadi tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalam dipercaya orang-orang setempat menjadi tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Terakhir, raja terahir dinasti wijaya dari kerajaan majapahit, Harga Dumiling dipercaya menjadi tempat pamoksan Ki Sabdopalon, serta ki noyo genggong, punokawan prabu brawijaya terakhir, serta Harga Dumilah adalah tempat pertapaan sang ratu adil.
sponsor: aplikasi travel system.
Konon ceritanya, serta disitu sempat juga ada seseorang pertapa muda yg populer kesaktianya, dia bernama JAKA PAMUNGKAS, beliau yaitu raja kerajaan mandala yg menurut cerita rakyat posisinya ada didaerah gunung lawu tersebut, tetapi tepatnya sampai saat ini belum bisa terkuak, kerajaan misteri tersebut bernama kerajaan mandala surya wilwa tikta (majapahit 2) hargo dumilah juga penuh misteri yang kerap dipakai menjadi arena olah batin kanuragan bertapa serta meditasi.
Kisah Sang Lawu
Konon berita yang kerap mengedar berita kalau gunung Lawu adalah pusat aktivitas spiritual di Tanah Jawa serta ada jalinan dekat Cerita Mistis Dari Gunung Lawudengan kebiasaan serta budaya keraton, seumpama upacara labuhan tiap-tiap bln. Sura (muharam) yang dikerjakan oleh Keraton mataram Surokarto serta Yogyakarta. Dari visi folklore, ada cerita mitologi setempat yang menarik serta menyakinkan sesungguhnya penguasa gunung Lawu saat ini yaitu sang ratu adil/imam mahdi/kalki avatar, hingga memanglah tempat tersebut demikian berwibawa serta terkesan angker untuk masyarakat setempat atau siapapun yang punya maksud tetirah serta mesanggrah.
Siapa saja yang akan pergi ke puncaknya bekal pengetahuan paling utama yaitu tabu-tabu atau weweler atau beberapa ketentuan yang tercatat yaitu larangan-larangan tidak untuk lakukan suatu hal, baik berbentuk perbuatan ataupun pengucapan, apabila pantangan tersebut dilanggar si pelaku dipercaya akan bernasib naas.
Cerita diawali dari saat akhir kerajaan Majapahit (1400 M). Alkisah, pada masa gunakan surut kerajaan Majapahit, bertahta menjadi raja yaitu Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 9 (Terakhir). Dua istrinya yang populer adalah ratu suhita ibunda pangeran bondan kejawen/lembu peteng, nenek moyang keraton mataram. Serta putri campa (dewi dwara wati) ibunda Raden fatah (pangeran hasan jimbun). Hasan/fatah/jinbun, sesudah dewasa menghayati kepercayaan yang tidak sama dengan ayahandanya yang beragama Budha. Jinbun Fatah seseorang muslim. Serta berbarengan dengan sirnanya Majapahit, Jinbun Fatah nekat membangun Kerajaan di Glagah Wangi (Demak Bintoro) yang awalannya kadi paten.
Lihat kondisi serta keadaan yang sekian tersebut, masygullah hati Sang Prabu. Akankah zaman Kerta Majapahit bisa dipertahankan, kerana agar bagaimanapun pemegang syah putra mahkota yaitu pangeran bondan kejawen/lembu peteng, yg waktu tersebut berguru di desa tarub kec. tawang harjo kab. grobogan porwodadi, tetapi jiwa serta hati sang pangeran sangat lembut, beliau mengihlaskan tanah demak jadi punya adiknya.
Tetapi kerana pangeran bondan kejawen mengalah, menyebabkan emosi untuk iparnya yakni Girindriya wardhana keturunan kediri, hingga terjadi perseteruan didalam istana majapahit, serta bikin prabu brawijaya terasa tak tahan dengan perselisihan pada putra putranya tersebut. hingga sang prabu brawijaya mendatangi raden fatah di demak, untuk memohon pada sang sultan demak tersebut supaya bersedia kembali jadi negara sisi dari majapahit, dibawah pemerintahanya.
Tetapi usaha sang prabu tidak berhasil, lantaran beberapa wali tak menyepakati kewibawaan islam dibawah non islam, juga sang prabu brawijaya sudah menerangkan tidakkah sesudah sang prabu raja raja majapahit juga memeluk agama islam seperti demak bintoro, lantaran putra mahkota majapahit yakni pangeran bondan kejawen yaitu muslim. tetapi benar benar usaha yg sia sia, beberapa wali serta sentono demak bintoro tetaplah menolok untuk jadi bawahan majapahit sesudah jadi negeri yang merdeka.
Menjadi raja yang bijak, disuatu malam, dia juga pada akhirnya bermeditasi memohon panduan Sang Maha Kuasa. Serta wisik juga datang, pesannya : telah waktunya sinar Majapahit memudar serta wahyu kedaton bakal beralih ke kerajaan yang baru tumbuh dan masuknya agama baru (Islam) memanglah telah takdir serta tidak dapat terelakkan lagi.
Saat malam tersebut pulalah Sang Prabu dengan cuma dibarengi pemomongnya yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton serta melanglang praja serta selanjutnya naik ke Puncak Lawu. Sebelumnya hingga di puncak, dia berjumpa dengan dua orang umbul (bayan/kepala dusun) yaitu Dipa Menggala serta Wangsa Menggala. Menjadi abdi dalam yang setia dua orang umbul tersebut juga tidak tega membiarkan tuannya demikian saja. Kemauan di hati mereka yaitu mukti mati dengan Sang Prabu. Syahdan, Sang Prabu dengan tiga orang abdi itupun sampailah di puncak Harga Dalam.
Yang setia telah waktunya saya mesti surut, saya mesti pergi meninggalkan dunia ramai ini. Pada anda Dipa Menggala, lantaran kesetiaanmu kuangkat kau jadi penguasa gunung Lawu serta membawahi seluruh mahluk gaib (peri, jin serta sebangsanya) dengan lokasi ke barat sampai lokasi Merapi/Merbabu, ke Timur sampai gunung Wilis, ke selatan sampai Pantai selatan, serta ke utara s/d pantai utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu.
Serta pada Wangsa Menggala, kau kuangkat menjadi patihnya, dengan gelar Kyai Jalak. Hingga disuatu hari anak cucuku bakal bertapa di dalam gua hargo dumilah, dia yaitu keturunan lembu putih (arab) serta lembu peteng (jawa). Hingga mengapa pangeran bondan kejawen di gelari pangeran lembu peteng lantaran anak turunannyalah yang senantiasa bertapa di gunung lawu, termasuk juga jaka terakhir yg saat ini jadi raja keraton lawu (mandala).
Situasi juga hening serta lihat drama sejenis tersebut, tidak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon serta noyo genggong juga membulatkan tekad berkata pada Sang Prabu : Bagaimana mungkin saja ini terwujud Sang Prabu? Apabila sekian ada hamba juga akan ikut serta dengan Sang Prabu, hamba bakal naik ke Harga Dumiling serta meninggalkan dua orang tuan serta abdi itupun berpisah dalam situasi yang mengharukan.
Singkat cerita Sang Prabu Barawijaya juga muksa di Harga Dalam, serta Sabdopalon bersama noyogenggong moksa di Harga Dumiling. Tinggallah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung serta Kyai Jalak yang lantaran kesaktian serta kesempurnaan ilmunya lalu jadi mahluk gaib yang sampai saat ini masihlah setia melakukan pekerjaan sesuai sama amanat Sang Prabu Brawijaya.
Beberapa tempat lain yang dipercaya misterius oleh masyarakat setempat terkecuali tiga puncak itu yaitu : Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, pat Kepanasan/Cakrasurya, serta Pringgodani. Bagaimana kondisi Majapahit sepeninggal Sang Prabu? Konon menjadi yang menggerakkan pekerjaan kerajan yaitu prabu girindriya wardhana sesudah pangeran bondan kejawen tak bersedia melanjutkan pemerintahan di keraja`an majapahit tersebut, beliau lebih pilih menetap didesa tarub dengan istrinya Dewi nawangsih puti dari kiageng tarub dengan Dewi nawang wulan (legenda rakyat Dewi nawang wulan yaitu Bidadari).
Makam Lembu peteng (Raden Bondan Kejawan) Terdapat ± 10 KM samping timur kota Purwodadi tepatnya di Dusun Barahan, Desa Tarub, Kec. Tawangharjo, Kab. Grobogan. Yang disebut satu diantara object wisata ziarah yang di punyai Kec. Tawangharjo. Raden Bondan Kejawan adalah anak menantu dari KA Joko Tarub, yaitu suami dari Nawangsih (putri KA Joko Tarub + Dewi Nawang wulan).
Sedang mengenai prabu mandala sri rajasa jaka terakhir saat ini masihlah misteri seperti apakah kiranya beliau, hanya legendanya dia pernah atau memanglah masihlah mengembara di belahan bumi nusantara majapahit yg hingga kenegeri campa (rusia) di antara beberapa musyafir yg pernah berjumpa serta mengetahui beliau berkata kalau saat ini beliau sudah lama tak tampak lagi, cuma di antara mereka menerangkan dia kerap di panggil jaka poleng. dengan ciri ciri fisik memiliki rambut gondrong suka menggunakan baju kebiasaan jawa, serta mempunyai dua sinyal di masing-masing lengannya salah satunya Rajah saat cakra. Juga beliau mempunyai luka bakar, tersebut sedikit ciri ciri fisik sang raja yg dituturkan oleh sebagian orang yg pernah mengenalnya.
Juga ada banyak tempat tempat eks beliau bertapa salah satunya di puncak merapi (garuda) di hargo jembangan gunung muria, gunung sumbing, gunung selamet, gunung kelir muria, gunung kelud, gunung semeru serta ada banyak mungkin saja daerah daerah yg yang lain, yg mencolok yakni di desa gentan surojoyo, pencongan serta ngadirogo, kec. sapuran wonosobo, ketiga desa tersebut berjejer serta saat beliau di sana beliau dengan dengan permaisurinya yakni Ratu satu Ratna galih candra wiyana ayu ning tiyas, Beliau mempunyai dua orang ratu namun yg termashur yaitu sang Ratu 1 (ratna galih candra wiyana ayu ning tiyas).
Penguasa Gunung Lawu
Gunung Lawu mempunyai sebagian tingkatan penguasa, yakni :
Penguasa paling tinggi di gunung Lawu yaitu keluarga bangsa jin yang berwujud kuda sembrani, yakni kuda berbulu putih kebiruan, bersayap, serta bertanduk lurus lancip di kepalanya, serta keluarga bangsa jin berwujud burung sebesar tempat tinggal (tinggi tubuh + 6 mtr.). Mereka tinggal dibagian puncak gunung Lawu. Semasing mereka berkekuatan hingga 1000 kali lipat kesaktiannya Ibu Ratu Kidul. Semasing berkomunitas dengan semacamnya/keluarganya saja. Mereka tak berlaku menjadi penguasa lokasi. Sepanjang kehadiran mereka tak diusik jadi mereka juga akan tidak bereaksi negatif.
Penguasa lapis masing-masing gunung Lawu yaitu sesosok bangsa jin bertubuh besar serta gempal, bertelanjang dada serta berkepala botak, yang hidup sendiri dengan tingkat kesaktian sekitaran 300 kali kesaktian Ibu Ratu Kidul. Sosok jin berikut yang tunjukkan sikap menjadi penguasa gunung Lawu serta berkuasa atas seluruh mahluk halus dibawah kekuasaannya. Seluruh mahluk halus di sekitaran gunung Lawu menghormati keberadaannya, lantaran dia juga jadi pengayom mereka serta manusia yang tinggal di sekitaran gunung Lawu. Namun sepanjang ini dia tak menonjolkan kekuasaannya (tak memohon penghormatan dengan cara spesial), serta tak di kenal oleh orang-orang setempat, lantaran dimensinya yang tinggi yang mengakibatkannya tak tampak oleh manusia meskipun dapat lihat gaib. Sepanjang situasi di gunung Lawu aman damai tersebut telah cukup baginya. Dia juga menghormati mahluk halus lain di gunung Lawu yang lebih sakti darinya, lantaran juga jadi tempatnya memohon pertolongan bila satu waktu ada masalah.
Penguasa lapis ketiga gunung Lawu yaitu sebagian komune mahluk halus dibagian lereng gunung Lawu. Salah nya ialah komune yang di pimpin oleh bangsa jin bersosok seperti manusia lelaki tinggi besar yang bergelar Kyai Jalak. Kehadiran seluruh komune mahluk halus tersebut berbentuk melindungi kesakralan serta ketentraman kehidupan di gunung Lawu. Mereka juga menghormati mahluk halus lain di gunung Lawu yang lebih sakti dari mereka, lantaran juga jadi tempat mereka memohon pertolongan bila satu waktu ada masalah.