Awal Mula Perang Diponegoro
Mulainya perang
Awal Mula Perang Diponegoro. Di pertengahan Mei 1825, Smissaert memutuskan untuk segera memperbaiki jalan-jalan kecil yang ada di sekitar Yogyakarta. Namun, proses pembangunan jalan yang mulanya dari Yogyakarta ke daerah Magelang melewati Muntilan, kemudian dibelokkan melewati pagar timur Tegalrejo. Pada salah satu area, patok-patok jalan yang dipasangkan oleh orang-orang kepatihan yang melintasi makam leluhur dari Pangeran Diponegoro. Patih Danurejo tidak melakukan pemberitahuan keputusan Smissaert sehingga Diponegoro mengetahui setelah patok-patok itu dipasang disana. Perseteruan terjadi diantara para petani yang menjadi penggarap lahan dengan pihak anak buah Patih Danurejo sehingga memuncak pada bulan Juli. Patok-patok yang sudah dicabut tadi dipasang lagi sehingga Pangeran Diponegoro memerintahkan mengganti patok-patok tersebut dengan tombak sebagai pernyataan perang kepada mereka.
Pada Rabu, 20 Juli 1825, pihak istana akhirnya mengutus dua bupati keraton yang memimpin pasukan Jawa – Belanda untuk segera menangkap Pangeran Diponegoro serta Mangkubumi di wilayah Tegalrejo sebelum perang pecah disana. Meskipun kediaman Diponegoro telah jatuh dan dibakar utusan itu, pangeran serta sebagian besar pengikutnya lolos karena lebih mengenal medan di wilayah Tegalrejo. Pangeran Diponegoro bersama keluarga serta pasukannya bergerak ke wilayah barat hingga Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, serta meneruskan pelarian ke arah selatan hingga keesokan tiba di sebuah Goa yang bernama Selarong yang terletak lima kilometer jauhnya ke arah barat dari Kota Bantul disana. Pangeran Diponegoro akhirnya menjadikan Goa Selarong, yaitu sebuah goa yang ada di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan kota Bantul, sebagai basis pergerakannya. Pangeran menempati goa yang ada di sebelah Barat yang disebut dengan sebutan Goa Kakung, yang juga menjadi lokasi pertapaan dia. Sedangkan Raden Ayu Retnaningsih (seorang selir yang sangat setia menemani Pangeran setelah dua istrinya meninggal) serta pengiringnya menempati Goa Putri di ada di sebelah Timur.
Penyerangan di Tegalrejo memulai perang Diponegoro yang berlangsung selama lima tahun. Diponegoro waktu itu memimpin masyarakat Jawa yang ada di sekitar wilayah itu, dari kalangan petani sampai ada juga golongan priyayi yang menyumbangkan sejumlah uang dan barang-barang yang berharga lainnya sebagai dana untuk perang, dengan menggunakan semangat “Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati”; “sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati”. Total sudah 15 dari 19 pangeran bergabung dengan Diponegoro waktu itu. Bahkan Diponegoro juga sudah berhasil utnuk memobilisasi para bandit profesional yang sangat ditakuti penduduk pedesaan, meskipun menjadi kontroversi tersendiri diantara pejuangnya. Perjuangan Diponegoro dibantu oleh Kyai Maja yang juga menjadi seorang pemimpin spiritual sebuah pemberontakan. Dalam perang jawa Pangeran Diponegoro juga sudah berkoordinasi dengan I.S.K.S. Pakubowono VI berserta dengan Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan.
Perang sabil
Bagi Diponegoro serta para pengikutinya, perang ini adalah perang jihad melawan kolonial Belanda serta orang Jawa yang murtad. Sebagai seorang muslim yang tergolong sangat saleh, Diponegoro merasa tidak bahagia terhadap religiusitas yang terus menerus kendur di dalam istana Yogyakarta akibat dari masuknya pengaruh Belanda, disamping dari kebijakan-kebijakan pro-Belanda yang saat itu dikeluarkan pihak istana. Infiltrasi pihak Belanda di dalam istana telah membuat pihak Keraton Yogyakarta seperti menjadi rumah bordil. Di lain sisi, Smissaert menuliskan bahwa Pangeran Diponegoro semakin lama akan semakin hanyut ke dalam fanatisme serta banyak anggota kerajaan yang menilainya kolot dalam urusan beragama.
Dalam catatannya, Letnan Jean Nicolaas de Thierry menegaskan Pangeran Diponegoro mengenakan suatu busana yang bergaya Arab serta sorban yang seluruhnya berwarna putih terang. Busana itu juga dikenakan pasukan Diponegoro serta dianggap lebih penting daripada busana adat Jawa walaupun perang sudah berakhir. Laporan Paulus Daniel Portier, seorang etnis indo, menyebutkan para tawanan perang bangsa Belanda memperoleh ancaman pembunuhan jika mereka tidak bersedia untuk masuk Islam
Indeks Artikel
klik masing masing link
Latar Belakang Perang Diponegoro
Awal Mula Perang Diponegoro
Jalan Peperangan Diponegoro
Akhir Dari Perang Diponegoro